Badan Yudikatif Indonesia berfungsi
menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dengan tujuan menegakkan hukum dan
keadilan. Kekuasaan kehakiman di Indonesia, menurut konstitusi, berada di
tangan Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya (peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tatausaha negara) serta
sebuah Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung –
sesuai Pasal 24A UUD 1945 – memiliki kewenangan mengadili kasus hukum pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang diberikan oleh
undang-undang. Sebagai sebuah lembaga yudikatif, Mahkamah Agung memiliki
beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah: Potret Indonesia
Fungsi
Peradilan.
Pertama, membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali. Kedua, memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan
terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat
perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI. Ketiga, memegang hak
uji materiil, yaitu menguji ataupun menilai peraturan perundangan di bawah
undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih
tinggi.
Fungsi
Pengawasan.
Pertama, Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan
di semua lingkungan peradilan. Kedua, Mahkamah Agung adalah pengawas pekerjaan
pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan
tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu
menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan.
Ketiga, Mahkamah Agung adalah pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris
sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Fungsi
Mengatur.
Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan
bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum
diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung.
Fungsi
Nasehat.
Pertama, Mahkamah Agung memberikan nasehat ataupun pertimbangan dalam bidang
hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain. Kedua, Mahkamah Agung memberi nasehat
kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.
Fungsi Administratif. Pertama, mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999. Kedua, mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.
Saat ini, Mahkamah
Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan
dan Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan Militer kini
berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha
Negara.
Mahkamah Agung
memiliki sebelas orang pimpinan yang masing-masing memegang tugas tertentu.
Daftar tugas pimpinan tersebut tergambar melalui jabatan yang diembannya yaitu:
(1) Ketua; (2) wakil ketua bidang yudisial; (3) wakil ketua bidang non
yudisial; (4) ketua muda urusan lingkungan peradilan militer/TNI; (5) ketua
muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara; (6) ketua muda pidana
mahkamah agung RI; (7) ketua muda pembinaan mahkamah agung RI; (8) ketua muda
perdata niaga mahkamah agung RI; (9) ketua muda pidana khusus mahkamah agung
RI, dan; (10) ketua muda perdata mahkamah agung RI. Selain para pimpinan, kini
Mahkamah Agung memiliki 37 orang Hakim Agung sementara menurut Undang-undang
Nomor 5 tahun 2004 Mahkamah Agung diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyak-banyaknya
enam puluh (60) orang.
Mahkamah
Konstitusi
Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (sifatnya final) atas
pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah
Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden/Wapres diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penkhianatan
terhadap negara, korupsi, tindak penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan
tercela. Atau, seputar Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk
melanjutkan jabatannya. Mahkamah Konstitusi hanya dapat memproses permintaan
DPR untuk memecat Presiden dan atau Wakil Presiden jika terdapat dukungan
sekurang-kuranya dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah
anggota DPR.
Susunan Mahkamah
Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan
Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus
anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan Wakil
Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun. Selama
menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para hakim tidak diperkenankan
merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha,
advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah
Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang hakim konstitusi menjabat
selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.
Hingga kini, beberapa
perkara telah diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut
misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan
Transaksi Elektronik dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya
misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang
bersangkutan dengan hasil pemilu seperti Permohonan Keberatan terhadap
Penetapan Perhitungan Suara Hasil Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun
2008.
Komisi
Yudisial
Komisi Yudisial tidak
memiliki kekuasaan yudikatif. Kendati Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 menempatkan pembahasan mengenai Komisi Yudisial pada Bab
IX tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi komisi ini tidak memiliki kekuasaan
kehakiman, dalam arti menegakkan hukum dan keadilan serta memutus perkara.
Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan berwenang
mengusulkan personalia hakim berupa pengajuan calon hakim agung kepada DPR
sehubungan dengan pengangkatan hakim agung. Komisi ini juga mempunyai wewenang
dalam menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. Dengan demikian, Komisi Yudisial lebih tepat dikategorikan sebagai
Independent Body yang tugasnya mandiri dan hanya berkait dengan kekuasaan
Yudikatif dalam penentuan personalia bukan fungsi yudikasi langsung. Peraturan
mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2004
tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial
memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Dalam melakukan
tugasnya, Komisi Yudisial bekerja dengan cara: (1) melakukan pendaftaran calon
Hakim Agung; (2) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; (3) menetapkan
calon Hakim Agung, dan; (4) mengajukan calon Hakim Agung ke DPR. Pada pihak
lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat juga mengajukan calon Hakim
Agung, tetapi harus melalui Komisi Yudisial.
Dalam melakukan
pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan
masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan berkala kepada badan
peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim
yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil
pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan
atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi
Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat,
Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang
terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota
masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan tugasnya,
anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara
lain, hakim, advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS,
pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik.
---------------------
Referensi
- Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Lihat pasal-pasal 8, 11, dan 13.
- Ibid. Pasal 16 ini mengatur tentang kewenangan Polri dalam proses pidana.
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 24 ayat (1) dan (2).
- Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, khususnya Pasal 5.
- Wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 24C.
- Mekanisme permintaan pemecatan kepala eksekutif ini diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 7B.
- Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 4.
- Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 18.
- Undang-undang No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar